.....local content, discussed globally....

We cover various issues developing in the Palu, Central Sulawesi and surrounding areas.
We chose it for you. We are trusted for that..Please explore further

Banjir Bandang di Sigi

Operator alat berat memindahkan material lumpur dan batang kayu yang menutup aliran air dan menyebabkan banjir bandang di Desa Balongga, Kecamatan Dolo Selatan, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Kamis (18/4/2024). Pemerintah setempat mengerahkan sejumlah alat berat untuk menangani dampak banjir bandang yang menerjang dua desa di wilayah itu Rabu (17/4) malam terutama membuka kembali akses jalan utama yang saat ini terputus karena tertimbun material lumpur, bebatuan dan potongan kayu. bmzIMAGES/Basri Marzuki

Sejumlah warga korban banjir bandang berada di halaman rumah kerabatnya di Desa Balongga, Kecamatan Dolo Selatan, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Kamis (18/4/2024). Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat menyebutkan bencana banjir bandang yang menerjang dua desa yakni Desa Balongga dan Desa Sambo pada Rabu (17/4) menyebabkan sedikitnya 330 jiwa mengungsi yang sebagian besar ke rumah kerabatnya, 118 unit rumah rusak, dua sekolah terendam lumpur, sejumlah fasilitas publik lainnya rusak termasuk Puskesmas Pembantu dan jembatan, puluhan ekor ternak hilang, dan ratusan hektar lahan pertanian rusak. bmzIMAGES/Basri Marzuki

Jellyfish Stranded in Palu Bay

A man shows a stranded purple jellyfish or crown jellyfish (Cephea cephea) floating on Palu Bay Beach, Central Sulawesi, Indonesia on February 17, 2023. Dozens of jellyfish between 30cm and 50cm in diameter that live in the deep seas around the Pacific and East Atlantic Seas and are also found on Australia's Sydney South Coast coast are thought to be carried by strong winds and ocean currents other than due to climate change factors. Murdoch University of Australia's Marine Expert Mike Van Kuelen said it was likely that the jellyfish stranding was due to Australia's eastern aurs stretching from North to South. When the water is warm due to climate change, ocean waves cause bleaching on the Great Barrier Reef and encourage tropical species to migrate south rather than their normal habitats. (Photo: bmzIMAGES/Basri Marzuki)

A man shows a stranded purple jellyfish or crown jellyfish (Cephea cephea) floating on Palu Bay Beach, Central Sulawesi, Indonesia on February 17, 2023. Dozens of jellyfish between 30cm and 50cm in diameter that live in the deep seas around the Pacific and East Atlantic Seas and are also found on Australia’s Sydney South Coast coast are thought to be carried by strong winds and ocean currents other than due to climate change factors. Murdoch University of Australia’s Marine Expert Mike Van Kuelen said it was likely that the jellyfish stranding was due to Australia’s eastern aurs stretching from North to South. When the water is warm due to climate change, ocean waves cause bleaching on the Great Barrier Reef and encourage tropical species to migrate south rather than their normal habitats. (Photo: bmzIMAGES/Basri Marzuki)

Land Subsidence After the Arthquake in Palu

Palu, Central Sulawesi, INDONESIA, (5th Jan 2019): The rob water inundated the shopping complex and roads in Taman Ria, Lere, Palu, Central Sulawesi, Indonesia, on Saturday (1/5/2019). The 7.4 magnitude earthquake that occurred on September 28, 2018 caused a land subsidence (down lift) in the area to reach 1.5 meters. The earthquake also caused a … Read more

Potapahi, Cuci Kampung Ala Suku Kulawi

(Foto: bmzIMAGES/Basri Marzuki)

SERENTETAN musibah menimpa wilayah adat Kulawi dalam beberapa waktu terakhir ini. Mulai dari gagal panen yang menyebabkan kurang tersedianya pangan, banjir bandang yang merenggut 3 korban jiwa, dan terakhir di bulan Agustus 2012 terjadi gempa bumi yang menewaskan 3 orang warga.

Musibah demi musibah itu dipercaya oleh warga sebagai kotornya kampung dan bercampurnya kebaikan dan keburukan yang menyebabkan kemurkaan Tuhan. Pencucian kampung atau oleh warga setempat disebut “potapahi” adalah jalan keluar untuk membersihkannya dengan harapan musibah itu tidak terjadi lagi.

Sejumlah pemangku adat menyiapkan ritual cuci kampung itu. Seekor kerbau sebagai persembahan dalam prosesinya adalah syarat mutlak yang harus dipenuhi agar ritual adat itu bisa terlaksana dengan baik. Seluruh warga yang berada dalam wilayah adat Kulawi ikut berpartisipasi agar syarat-syarat itu bisa diadakan.

Pembacaan mantra dilakukan diikuti nyanyian-nyanyian dan tarian rakyat mengiringi kerbau yang ditarik ke pinggir sungai untuk disembelih. Darah kerbau dialirkan ke sungai sebagai simbol pencucian dan pembuangan kotoran dari kampung. Daging kerbau tidak dibawa kemana-mana melainkan di masak di tempat secara bergotong royong untuk disajikan kembali kepada seluruh warga.

Kulawi berada di wilayah adminstratif Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Sejak lebih dari 100 tahun lalu, ritual potapahi ini baru digelar kembali. ***

Naskah dan foto: Basri Marzuki

Ritual Mpokeso & Mposuno

Dade ndate (nyanyian rakyat) terus dilantunkan oleh tetua adat mengiringi prosesi penyembelihan kerbau. (Foto: bmzIMAGEs/Basri Marzuki)

SETELAH 40 tahun, baru kali ini prosesi adat Mpokeso dan Mposuno kembali digelar di Banua Oge, yaitu rumah adat besar kediaman bangsawan. Mpokeso dan Mposuno adalah prosesi khitanan yang dilakukan kepada anak-anak bangsawan pada etnis Kaili, suku asli yang mendiami lembah Palu, Sulawesi Tengah. Mpokeso ditujukan kepada anak-anak perempuan dan Mposuna buat anak lelaki.

Prosesi itu menandai titik pertumbuhan seorang anak menjadi remaja. Kebahagiaan memasuki fase hidup baru itu dimaknai dengan penyembelihan kerbau yang kemudian dibagikan kepada warga sekitar dengan harapan, kemakmuran, kesehatan dan kebaikan akan menyertai pertumbuhan si anak yang akan dikhitan.

Prosesi diawali dengan pemasangan umbul-umbul di depan Banua Oge untuk memberitahukan kepada warga bahwa akan ada hajatan adat. Dilanjutkan dengan pemingitan yang berlangsung sehari penuh. Anak-anak yang akan dikhitan tak boleh keluar rumah. Pemingitan dilanjutkan dengan pemberian daun pacar seagai simbolisasi kesiapan dan kematangan dalam menjalani hidup berikutnya.

Tak sampai disitu, anak-anak yang akan dikhitan tersebut diusung mengelilingi persembahan kerbau yang nantinya daging kerbau itu diarak keliling kampung seraya membagi-bagikan kepada warga. Prosesi ini melambangkan sifat kedermawanan terhadap warga lainnya yang kurang mampu.

Ritual itu dilanjutkan dengan mandi kembang sebelum acara khtan dilakukan. Satu persatu anak tersebut bergiliran memasuki kelambu untuk dikhitan. Akhirnya, pembacaan doa keselamatan, semoga hari depan yang penuh tantangan akan dapat dilalui dengan baik dan mendapat berkah. Prosesi ini berlangsung tiga hari dan tiga malam penuh.

Naskah dan foto: Basri Marzuki

Item added to cart.
0 items - $0