Sejumlah relawan membersihkan sampah kiriman yang menumpuk di Pantai Dupa, Teluk Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (3/3/2024). Sampah kiriman di kawasan konservasi mangrove itu datang dan menumpuk secara periodik selama November-Maret atau periode angin Barat dan sulit dihindari karena menjadi siklus tahunan. bmzIMAGES/Basri Marzuki
teluk palu
Menghadang Abrasi Teluk Palu
Sekitar 23 persen bakau di dunia tumbuh di Indonesia. Bakau ini melindungi pantai dari abrasi, banjir dan tsunami. Namun sejak 1980-an, menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), sekitar 40 persen hutan bakau tersebut telah rusak dan perusakan itu berkontribusi terhadap pemanasan global.
Approximately 200 patients with newly diagnosed Parkinson’s disease participated in a clinical study of cabergoline monotherapy. It is a combination of four drugs in one pill, taken once a day. Take triamterene and hydrochlorothiazide exactly as directed Generyczny Cialis online cena. It is wise to avoid use loperamide in patients who require bethanechol.
Garis pantai Teluk Palu yang meliputi Kota Palu dan Kabupaten Donggala di Sulawesi Tengah tak luput dari kerusakan hutan bakau tersebut. Dulunya, garis pantai sepanjang lebih dari 67 kilometer itu tertutupi hutan bakau. Namun kini hanya menyisakan tak lebih dari 10 hektar atau sepanjang 2,5 kilometer. Hilangnya hutan bakau itu antara lain disebabkan oleh penebangan, pemukiman, hotel, dan dermaga.
Ketika tsunami menghantam Kota Palu dan Donggala dengan skala yang cukup besar pada 28 September 2018, sebagian besar pesisir pantai hancur karena bakau yang seharusnya menjadi penghadang tsunami sudah rusak dan hilang.
Ekosistem bakau yang tersisa hanyalah Gonenggati yang terletak di Kabupaten Donggala. Hutan bakau yang dilestarikan itu dikelola oleh kelompok pemuda yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan (KTH) beranggotakan 30 pemuda lokal, diketuai seorang pemuda bernama Yuryanto.
Mereka menanam bibit bakau di lahan pesisir yang rusak dan juga menjadikannya sebagai laboratorium bagi pelajar dan mahasiswa, serta menyulapnya sebagai tempat wisata dengan melibatkan masyarakat sekitarnya.
Meski dijadikan sebagai obyek wisata, hutan bakau tersebut juga menjadi sumber penghidupan nelayan lokal untuk menangkap udang dan kepiting.
Kesadaran pentingnya melestarikan bakau menjadi motivasi utama bagi kelompok pemuda itu. Mereka menyadari, wilayahnya tak memiliki sumberdaya yang bisa diandalkan untk mengangkat tingkat kehidupan mereka menjadi lebih baik, dan di sisi lain, hutan bakau disadari pula sangat efektif dalam menyerap karbon.
Tak sebatas itu, kesadaran itu juga ditularkan kepada berbagai kelompok lainnya untuk turut mengambil peran, tak sekadar melindungi pesisir, tetapi juga untuk keberlanjutan generasi berikutnya.
Penelitian yang dilakukan oleh National University of Singapore pada 2018 menyimpulkan bahwa hutan bakau adalah habitat yang paling hemat biaya untuk mengurangi emisi karbon. Vegetasi pantai tumbuh cepat dan menyimpan karbon organik lebih efisien daripada hutan hujan tropis atau ekosistem lainnya.
Tanah ekosistem mangrove adalah yang paling penting karena 78 persen karbon tersimpan di tanah, 20 persen di pohon hidup dan dua persen di pohon mati. Saat digunduli, ekosistem mangrove melepaskan karbon dioksida (CO2) ke udara.
Di Indonesia, 190 juta metrik ton CO2 dibebaskan setiap tahun karena deforestasi hutan bakau, yang mencapai 42 persen dari emisi gas rumah kaca.
Di tempat lain, para pecinta lingkungan menuntut untuk menghentikan deforestasi dan memulihkan hutan bakau di Teluk Palu, terlebih menilik dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh tsunami September 2018 lalu yang memporak-porandakan garis pantai Teluk Palu dan lebih jauh lagi terus mengikis pantai sepanjang Teluk Palu.
Bencana tsunami telah membuktikan jika pesisir pantai Gonenggati sedikit pun tidak mengalami kerusakan apalagi menelan korban jiwa karena perlindungan hutan bakau yang dikelola kelompok pemuda itu.
Atas hal itu, kelompok tani hutan ini bersama pecinta lingkungan lainnya menolak jika perlindungan terhadap garis pantai dilakukan dengan membangun tanggul beton. Selain padat modal, tanggul beton dinilainya memisahkan sosio ekonomi mastakaat pesisir dengan laut yang menjadi sumber penghidupannya. Tanggul beton dinilai tak bisa memberi kontribusi yang siginifikan terhadap ancaman pemanasan global yang sudah tampak di depan mata.
Naskah dan Foto: Basri Marzuki / bmzIMAGES
Kejurnas Jetski Teluk Palu
Sejumlah atlet memacu jetskinya pada Kejurnas Jetski 2013 yang digelar di Teluk Palu, Sulawesi Tengah, Senin (21/12/2013). Kejurnas Jetski putaran final yang diikuti puluhan atlit dari berbagai daerah itu berlagsung 21-22 Desember 2013 memperebutkan point tertinggi untuk meraih gelar juara nasional. bmzIMAGES/Basri Marzuki
Terjun Payung Nusantara
Sejumlah pasukan Intai Amfibi (Taifib) Korps Marinir TNI AL terjun Free Fall di atas perairan Teluk Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (12/12/2013). Terjun payung tersebut merupakan salah satu atraksi yang akan ditampilkan pada peringatan Hari Nusantara Nasional 15 Desember 2013 yang dipusatkan di Palu. bmzIMAGES/Basri Marzuki
Sakaya Race
Awak salah satu perahu dipikul ke darat sesaat setelah memasuki garis finish pada lomba Sakaya Race di Teluk Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (26/9/2010). Lomba yang diikuti oleh puluhan perahu tradisional sekitar Teluk Palu tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisata yang oleh Pemda setempat akan menjadikan kawasan teluk tersebut sebagai salah satu destinasi wisata. bmzIMAGES/Basri Marzuki
Palu Bay Landscape on Mei 2010
Foto udara landscape Teluk Palu, Sulawesi Tengah pada 25 Mei 2010. (bmzIMAGES/Basri Marzuki)
Pembangunan Jembatan Palu 4
Warga memancing di dekat Jembatan Palu 4 yang sedang dalam proses pembangunan di Pantai Talise, Teluk Palu, 16 Juni 2006. (bmzIMAGES/Basri Marzuki)