SETIDAKNYA ada 11 remaja putri berlenggok di depan panggung utama Festival Danau Lindu yang digelar untuk kelima kalinya itu di Desa Tomado, Kecamatan Kulawi Kabupaten SIgi, Sulawesi Tengah, Kamis (5/9/2024) sore. 10 di antaranya mengenakan baju berwarna kuning, dan seorang lainnya yang berada di posi Tengah mengenakan baju berwarna hijau.
Tak sekadar mengandalkan warna baju yang cukup cerah, mereka juga dilengkapi dengan pernak-pernik tari untuk menggambarkan makna tari yang dilakokannya. Ada topi yang terbuat dari anyaman daun nipah yang dilingkar dengan sebilah bambu pipih. Topi ini khas dengan sebutan Toru. Ada pula keranjang atau bakul kecil terbuat dari sejenis rumput yang dianyam sedemikian rupa.
Penari yang dipentaskan oleh perwakilan Kecamatan Dolo Selatan ini cukup memukau, tidak semata karena gerakannya yang kompak dan gemulai, lebih dari itu, karena mereka sukses menggambarkan makna dari tari itu.
Tari Pamonte sudah ada dan dikenal oleh masyarakat Sulawesi Tengah sejak tahun 1957. Tarian ini diciptakan oleh salah seorang seniman yang juga putra asli daerah Sulawesi Tengah, tepatnya di Parigi Moutong, bernama Hasan. M. Bahasyuan.
Dari laman Warisan Budaya Tak Benda Kemnedikbud RI disebutkan, Tari Pamonte ini terinspirasi dari aktivitas dan kebiasaan para gadis-gadis Suku Kaili saat menyambut masa panen padi tiba. Karena pada zaman dahulu masyarakat Suku Kaili mayoritas berprofesi sebagai petani,maka biasanya mereka menyambut musim panen tersebut dengan gembira dan suka cita.
Dari kebiasaan itulah, Hasan. M. Bahasyuan mengangkat kehidupan masyarakat Suku Kaili tersebut menjadi sebuah karya seni yang indah dan dinamakan dengan Tari Pamonte.
Dalam versi lengkapnya, benda peralatan yang digunakan dalam memainkan Tari Pamonte antara lain Toru = tudung (topi) untuk menutup kepala di saat di sawah. Alu (nalu) atau alat menumbuk padi, bakul (bingga) = tempat padi dan padi (pae).
Tari Pamonte adalah penggambaran kehidupan masyarakat Suku Kaili pada saat musim panen padi tiba. Selain itu tarian ini juga menggambarkan kegembiraan dan ungkapan rasa syukur mereka atas panen yang mereka dapatkan. Rasa bahagia tersebut mereka lakukan dengan saling bergotong-royong dan bahu-membahu sehingga terlarut dalam semangat kebersamaan yang tinggi dan penuh suka cita.
Pamonte berasal dari bahasa Kaili Tara, yaitu Pomonte yang artinya penuai/menuai padi. Tarian tersebut menggambarkan suatu kebiasaan para gadis-gadis suku Kaili di Sulawesi Tengah yang sedang menuai padi pada waktu panen tiba dengan penuh suka cita, yang dimulai dari menuai padi sampai dengan upacara kesyukuran terhadap sang Pencipta atas keberhasilan panen.
Sebelum menuai setiap pekerjaan didahului oleh seorang Penghulu yang dalam bahasa Kaili disebut Tadulako. Tadulako pada tarian ini berperan sebagai pengantar rekan-rekannya mulai dari menuai, membawa padi kerumah, membawa padi ke lesung, menumbuk padi, menapis serta membawa beras ke rumah yang kemudian disusul dengan upacara selamatan yakni No’rano, Vunja, Meaju dan No’raego mpae yang merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan pada upacara panen suku Kaili di provinsi Sulawesi Tengah.
Naskh dan Foto: Basri Marzuki