.....local content, discussed globally....

We cover various issues developing in the Palu, Central Sulawesi and surrounding areas.
We chose it for you. We are trusted for that..Please explore further

Kampanye Gerindra di Palu

Sejumlah simpatisan Partai Gerindra bersorak saat mengikuti kampanye terbuka di Lapangan Vatulemo, Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (27/3/2009). Kampanye yang diikuti oleh ribuan simpatisan Partai Gerindra tersebut dihadiri oleh Ketua Gerindra Hasyim Djojohadikusumo dan dimeriahkan oleh artis dari Jakarta. bmzIMAGES/Basri Marzuki

Sejumlah simpatisan Partai Gerindra bersorak saat mengikuti kampanye terbuka di Lapangan Vatulemo, Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (27/3/2009). Kampanye yang diikuti oleh ribuan simpatisan Partai Gerindra tersebut dihadiri oleh Ketua Gerindra Hasyim Djojohadikusumo dan dimeriahkan oleh artis dari Jakarta. bmzIMAGES/Basri Marzuki

Cap Darah Untuk Lingkungan

Ketua-ketua adat mencapai kesepakatan. (bmzIMAGES/Basri Marzuki)

GEMA pelestarian lingkungan membahana kemana-mana. Namun di Dataran Lindu, sebuah pelosok sekitar 120 kilometer ke timur Sulawesi Tengah atau di sekitar kawasan Danau Lindu, masyarakatnya sudah memiliki tradisi untuk menjaga lingkungannya.

Beberapa waktu lalu, sebuah kegiatan adat digelar dalam rangka pelestarian lingkungan tersebut. Kegiatan bernama Kapotia Nulibu Ada atau permusyawaratan adat itu menghadirkan para tetua adat. Pokok bahasannya adalah bagaimana menjaga lingkungan dengan menegakkan hukum adat yang telah berlaku turun-temurun.

Ketua-ketua adat dari empat desa yang masuk dalam kawasan tersebut duduk bersila dipimpin seorang ketua adat yang membawahi ketua-ketua adat dari empat desa tersebut. Mereka mendiskusikan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan setiap individu dalam kaitan interaksi sosial dan lingkungannya. Tak hanya itu, sanksi-sanksinya juga ikut ditetapkan.

Mereka saling berbagi dan kerap kali harus berdebat untuk mencapai sebuah kesepakatan adat yang nantinya akan menjadi pedoman hubungan sesame manusia dan kepada lingkungan. Salah satu poinnya adalah, siapa-siapa yang ditemukan menebang pohon akan dikenakan sanksi berupa satu ekor kerbau. Kesepakatan lainnya, siapa-siapa yang ditemukan menangkap ikan di Danau Lindu ketika sedang dalam masa umbo (moratorium penangkapan) juga akan didenda satu ekor kerbau.

Tak sekadar membuat kesepakatan, kesepahaman itu disakralkan dengan menyembelih seekor kerbau hitam yang darahnya akan digunakan sebagai tinta untuk cap jempol lima jari pada kain putih. Semua pemuka adat harus melakukan cap jempol sebagai tanda persetujuan penegakan hkum adapt. Siapapun yang melanggar akan disanksi sesuai kesepakatan itu.

Daging kerbau yang disembelih dimasak ramai-ramai yang kemudian disajikan untuk dinikmati secara bersama-sama. Ketegangan, kerisauan dan bahkan kecemasan dalam proses pencapaian kesepakatan hilang dengan serta merta ketika sajian makanan dihamparkan oleh putri-putri warga setempat. ***

Naskah dan Foto: Basri Marzuki

Burung Cangak Merah Lindu

Sepasang burung cangak merah (Ardea purpurea) bercumbu di atas pohon di pinggir Danau Lindu, Desa Langko, Kecamatan Lindu, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, Kamis (5/6/2008). Burung spesies bangau di Kawasan Taman Nasional Lore Lindu tersebut ramai pada setiap musim kawin. Masyarakat setempat melindunginya dengan sistem kesepakatan adat untuk mempertahankan kelestariannya. bmzIMAGES/Basri Marzuki

Sepasang burung cangak merah (Ardea purpurea) bercumbu di atas pohon di pinggir Danau Lindu, Desa Langko, Kecamatan Lindu, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, Kamis (5/6/2008). Burung spesies bangau di Kawasan Taman Nasional Lore Lindu tersebut ramai pada setiap musim kawin. Masyarakat setempat melindunginya dengan sistem kesepakatan adat untuk mempertahankan kelestariannya. bmzIMAGES/Basri Marzuki

Masih Ada Harapan

Ihsan (7 tahun) mendekap alat baca tulisnya di rumahnya. (Foto: bmzIMAGES/Basri Marzuki)

WAKTU masih menunjukkan pukul 07.00, tapi Ihsan (7) sudah muncul di depan pintu Sekolah Terpadu Permata Hati di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Itu adalah rutinitas Ihsan sejak dua tahun terakhir ini. Ia dideteksi menderita autis sejak berusia 9 bulan. Menu paginya sebelum belajar adalah dibujuk. Yah… Ihsan harus dibujuk oleh gurunya kerena ia tidak selalu siap untuk belajar.

Kerap kali guru harus bergulat di kelas, apalagi jika Ihsan benar-benar sedang tidak mood. Mengamuk sudah menjadi hal biasa dan kepiawaian guru sungguh dibutuhkan. Tak jarang Ihsan harus dibelai, tapi tak jarang pula kakinya harus dijepit oleh kedua kaki gurunya jika tetap saja tidak bisa tenang.

Gejala umum yang dihadapi anak penderita autis adalah sulitnya berkonsentrasi terhadap suatu hal. Ia memiliki dunianya sendiri. Kelainan neurobiologis yang dibawanya sejak lahir memisahkannya dengan dunia luar.

Ihsan memiliki karakter yang berbeda dengan kebanyakan penderita autis lainnya. Ia begitu menggandrungi musik, suatu karakter yang sangat langka. Musik adalah dunianya, dan semuanya harus terbangun dengan dunia yang ada di kepalanya itu.

Suatu kali, ia diminta gurunya menuliskan kata “kursi”, tapi yang ditulisnya justru kata “Bon Jovi, Backstreet, Westlife”. Suatu kali pula ia diminta menyebutkan benda-benda yang ada di depannya, tapi justru senandung “Akhirnya Aku Menemukanmu” milik Naff yang meluncur dari bibirnya.

“Tak seorang pun orang tua yang menghendaki hal ini, tapi jika itu menimpa, kita tak boleh berputus asa atau menyalahkan siapa-siapa. Yang harus kita lakukan adalah mengenali kebutuhannya dan membantunya,” kata Ir Fitriani Kartawan MSi, pimpinan Sekolah Terpadu Permata Hati.

Gejala umum yang dapat dikenali pada anak autis seperti ini antara lain; senang membenturkan kepalanya sendiri jika sedang marah, sulit mengartikulasikan kata-kata, sulit berkonsentrasi pada suatu hal yang tidak disenangi. “Kadang juga jika dipanggil, ia seolah tidak mendengarkan, atu mendengar tapi tak beranjak dari tempatnya,” ungkap Fitriani.

Tapi Ihsan masih beruntung dibanding banyak anak penderita autis lainnya. Orang tuanya sangat menyadari kebutuhan khusus bagi anaknya. Sekolah terapi adalah sarana untuk membantu Ihsan memahami bahwa ada dunia luar selain dirinya. Pengertian yang mendalam untuk membantunya terus ditunjukkan. Di lingkungan rumah, Ihsan nyaris tak berbeda dengan anak-anak sebayanya.

Orang tua Ihsan bersyukur, melalui terapi khusus itu, lambat tapi pasti ia mulai menyadari dunia luar tersebut. Ihsan mulai paham makna lingkungan dan keteraturan yang ada di dalamnya.

Naskah dan Foto: Basri Marzuki

Pengerahan Pasukan Brimob ke Poso

Sejumlah anggota Brimob berjalan sesaaat setelah tiba di Bandara Mutiara, Palu, Sulawesi Tengah, 23 Januari 2007. Pasukan Brimob dari berbagai wilayah satuan itu akan memperkuat pasukan yang sudah dikirim sebelumnya untuk mengatasi konflik horizontal yang terjadi di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. (bmzIMAGES/Basri Marzuki)

Sejumlah anggota Brimob berjalan sesaaat setelah tiba di Bandara Mutiara, Palu, Sulawesi Tengah, 23 Januari 2007. Pasukan Brimob dari berbagai wilayah satuan itu akan memperkuat pasukan yang sudah dikirim sebelumnya untuk mengatasi konflik horizontal yang terjadi di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. (bmzIMAGES/Basri Marzuki)

Penangkapan Basri, DPO Poso

Basri Alias Bagong (31), DPO kasus kekerasan Poso mengacungkan jarinya saat dibawa ke Ruang Tahanan di Mapolda Sulteng, Jumat (2 Februari 2007). Basri ditangkap Densus 88 dalam operasi penyisiran di Kelurahan Kayamanya, Kecamatan Poso Kota, Kabupaten Poso, Kamis (1/2/2007) tanpa perlawanan. Basri mengaku melakukan aksi kekerasan karena balas dendam setelah 26 anggota keluarganya tewas dibantai saat kerusuhan Poso beberapa waktu sebelumnya. bmzIMAGES/Basri Marzuki

Basri Alias Bagong (31), DPO kasus kekerasan Poso mengacungkan jarinya saat dibawa ke Ruang Tahanan di Mapolda Sulteng, Jumat (2 Februari 2007). Basri ditangkap Densus 88 dalam operasi penyisiran di Kelurahan Kayamanya, Kecamatan Poso Kota, Kabupaten Poso, Kamis (1/2/2007) tanpa perlawanan. Basri mengaku melakukan aksi kekerasan karena balas dendam setelah 26 anggota keluarganya tewas dibantai saat kerusuhan Poso beberapa waktu sebelumnya. bmzIMAGES/Basri Marzuki

Bantuan Langsung Tunai

Seorang warga menunjukkan sejumlah lembaran uang yang baru saja diterimanya dari Kantor Pos Induk di Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (14/12/2006). Uang tersebut adalah penyaluran keempat program Bantuan Langsung Tunai (BLT) tahun 2006 sebesar Rp300 ribu bagi setiap warga miskin setiap tiga bulan. Kantor Pos se Sulawesi Tengah menyalurkan sekitar Rp64 miliar dana BLT kepada lebih dari 200 ribu warga miskin setiap periode penyaluran. (bmzIMAGES/Basri Marzuki)

Seorang warga menunjukkan sejumlah lembaran uang yang baru saja diterimanya dari Kantor Pos Induk di Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (14/12/2006). Uang tersebut adalah penyaluran keempat program Bantuan Langsung Tunai (BLT) tahun 2006 sebesar Rp300 ribu bagi setiap warga miskin setiap tiga bulan. Kantor Pos se Sulawesi Tengah menyalurkan sekitar Rp64 miliar dana BLT kepada lebih dari 200 ribu warga miskin setiap periode penyaluran. (bmzIMAGES/Basri Marzuki)

Senin Kelabu di Jalan Monginsidi

Pendeta Irianto Kongkoli telah pergi untuk selamanya. Namun semangat pengabdiannya masih melekat kuat di dada para jemaatnya. Ratusan warga dan jemaatnya mengiringinya ke tempat peristirahatan terakhir di Pekuburan Kristen Talise, Palu. (Foto: bmzIMAGES/Basri Marzuki)

HARI itu Senin, 16 Oktober 2006, Pendeta Irianto Kongkoli keluar dari rumahnya yang terletak di Jalan Lorong Tanjung Maninmabaya. Pagi itu ia bergegas menuju toko bangunan yang terletak di Jalan Wolter Monginsidi Palu, Sulawesi Tengah karena bahan bangunan untuk perbaikan rumah sudah habis dan semetara itu tukang bangunan akan segera bekerja.

Dengan mobil Super Kijang yang dikendarainya, ia menyusuri jalan dari Tanjung Manimbaya ke Monginsidi yang jaraknya relatif tidak terlalu jauh. Sesampai di depan toko, Irianto membuka pintu mobilnya lalu langsung masuk ke toko bangunan dimaksud.

Usai bertanya ke penjaga toko, ia kemudian ke depan toko itu untuk melihat-lihat bahan bangunan yang direncanakan akan dibelinya. Namun dor.. dor… tiba-tiba peluru timah melesat dari sebuah moncong pistol yang dibidikkan tidak jauh dari kendaraannya yang terparkir di pinggir jalan.

Irianto lagsung rubuh, sebuah peluru menerjang bagian kepalanya. Usai menembak, pengendara yang tidak dikenali itu langsung pergi meninggalkan tempat.

Panik.. penjaga toko tidak tahu harus berbuat apa kecuali meminta pertolongan. Ia berteriak dan seketika warga di sekitar toko datang berusaha membantu. Beberapa di antaranya berinisiatif untuk segera melarikan sang pendeta ke Rumah Sakit Bala Keselamatan yang juga tidak jauh dari lokasi kejadian.

Namun ajal sudah menjemput, nyawa pendeta Iriantio Kongkoli tidak bisa diselamatkan. Peluru yang bersarang di kepala pendeta sama sekali melumpuhkan denyut nadinya.

Mendapat laporan penembakan itu, polisi langsung bergegas ke TKP, mengamankan lokasi dan melakukan olah lokasi. Police lain dibentangkan dengan satuan polisi yang berjaga lengkap dengan bedil panjang.

Tak ada jejak hingga beberapa waktu kemudian.

Mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) turun ke jalan. Mereka mendesak agar Polda Sulawesi Tengah lebih serius mengungkap pelaku penembakan pendeta tersebut.

Alhasil, tim Polda Sulteng berhasil mengungkapnya dan bahkan menangkap pelakunya. Kasus itu kemudian di rekonstruksi pada 29 Januari 2007. Ansar nama pelaku penembakan itu. Banyak yang tak percaya jika anak muda kurus berkacamata minus itu adalah pelakunya. Namun demikianlah adanya, Ansar dibui akibat tindakannya.

Naskah dan foto: Basri Marzuki

Item added to cart.
0 items - $0