.....local content, discussed globally....

We cover various issues developing in the Palu, Central Sulawesi and surrounding areas.
We chose it for you. We are trusted for that..Please explore further

Peternakan Leluhur di Lembah Lore Poso

Meski menghadapi masalah bibit atau anakan, pera pemangku adat tetap berusaha menjalankan amanah adat atas peternakan itu. Sesekali mereka turun ke lapangan melihat langsung kondisi ternak-ternak itu. bmzIMAGES/Basri Marzuki

KABUT  masih berarak di langit. Pagi yang dingin masih menyelimuti Lembah Lore. Tetapi Suwardi Tudai, ketua penggembala di peternakan leluhur di desa Winowanga, Lore Timur, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah itu sudah beranjak dari rumahnya. Ia akan memastikan kerbau dan sapi-sapi siap dilepas ke padang savana yang luasnya seujung mata memandang.

Pharmacokinetics: The extent of percutaneous absorption of topical corticosteroids is determined by many factors including the vehicle, the integrity of the epidermal barrier, and the use of occlusive dressings. Cefprozil is in a class of medications called cephalosporin antibiotics. Do not use a second inhaled bronchodilator that contains formoterol, arformoterol, indacaterol, olodaterol, salmeterol, or formoterol www.farmaciasinreceta.net. Symptoms include: • Very slow heart rate.

Begitulah setiap harinya, ratusan kerbau dan sapi diternakkan di padang 2.500 hektare itu. Peternakan yang sudah ada sejak tahun 1818 itu dikelola secara turun temurun oleh keluarga dan menjadi warisan leluhur yang terus dipertahankan dari generasi ke generasi.

Lebih dari dua abad berlalu, peternakan yang pengelolaannya juga dicampuri oleh lembaga adat setempat masih bertahan hingga kini. Kehadiran lembaga adat di peternakan leluhur itu bukan tanpa alasan, karena distribusi seluruh hasil ternak hanya diperuntukkan bagi kegiatan-kegiatan yang bersifat tradisi yang melanggengkan adat.

“Kerbau dan sapi di peternakan ini juga dijual, tapi tidak untuk umum, jadi hanya untuk kegiatan adat seperti pesta pernikahan, selamatan, atau kegiatan adat lainnya. Hasilnya penjualannya digunakan kembali untuk membiayai peternakan ini,” aku SN Ama, ketua adat setempat.

Meski langgeng hingga kini, kearifan mengelola peternakan leluhur itu bukan tanpa masalah. Problem anakan atau bibit kerbau dan sapi menjadi ganjalan utama. Angka fertilitas hewan ternak di peternakan itu terbilang sangat rendah. Bagaimana tidak, rasio ternak pejantan terhadap terhadap betina hanya 1:12, padahal idealnya 1:5.

Pemerintah Desa Winowanga berusaha turun tangan, namun keterbatasan dalam banyak hal tidak memberi solusi siginifikan bagi kerbelanjutan peternakan leluhur itu.

“Sudah beberapa kali kami memohon kepada dinas terkait, namun hingga kini belum ada realisasinya,” ungkap  Alpius Rangka, kepala Desa Winowanga.

Dan kini, satu-satunya peternakan leluhur bernilai historis yang selalu mengundang decak kagum setiap pengunjung itu sedang “megap-megap” menjalani hari-harinya. Kerbau dan sapi-sapi beserta penggembala dan tetua adatnya sedang “tertatih-tatih” melanggengkan cerita peradaban di daerah itu. ***

Naskah dan foto: Basri Marzuki

Mosintuwu Festival in Poso, Central Sulawesi

Sejumlah warga suku Pamona dari Desa Tomahipi menyanyikan lagu "Oh Tampo Lore"" pada Festival Mosintuwu (Kebersamaan) di Tentena, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Jumat (1/11/2019) malam. Selain menampilkan kekhasan budaya suku Pamona, festival yang berlangsung hingga 2 November 2019 itu juga menampilkan berbagai atraksi seni dari 15 desa yang ikut serta. bmzIMAGES/Basri Marzuki

INSTITUT Mosintuwu menggelar Festival Mosintuwu pada 31 Oktober hingga 2 November 2019 di Kota Tentena, Poso, Sulawesi Tengah. Festival yang berbasis komunitas dan menampilkan keanekaragaman alam, budaya dan tradisi itu berhasil menguatkan identitas Poso.

National Library of Medicine: Drug Information Portal – Amiodarone • Amiodarone (FDA MedWatch see: Information for Healthcare Professionals: Amiodarone (marketed as Cordarone) [ARCHIVED] ) • (2005 Drug Safety Information, archived) • “Amiodarone”. Talk • This medicine may affect certain lab tests. A newer anti-Parkinson MAO-B inhibitor, rasagiline, metabolizes into 1( R)-aminoindan, which has no amphetamine-like characteristics www.apotek24.org. Clinical studies have been performed to determine the serological responses after immunization.

“Festival ini dengan sangat baik menggambarkan napas sebuah festival yang dikelola oleh masyarakat dan untuk masyarakat,” kata Joshua Marunduh, kontributor National Geographic Indonesia.

Tidak ada acara seremoni dengan pidato yang panjang, Festival Mosintuwu dibuka dengan karnaval hasil bumi dari 17 desa/kelurahan dari Kabupaten Poso. Sepanjang jalan, kelompok perempuan dengan pakaian petani dan khas suku masing-masing membawa hasil bumi yang dihias khusus sambil bernyanyi lagu “desaku” atau “orang tani orang merdeka”.

Acara kuliner dari tradisi suku-suku di Poso memperkaya makna festival Mosintuwu sebagai festival tradisi Poso.  Pada hari pertama, ada acara Moapu( memasak) diikuti oleh 8 desa yang mempersembahkan beragam masakan dengan bahan organik yang dikelola dengan tradisi lokal.

Malam harinya, pengunjung festival diajak untuk Molimbu atau makan bersama makanan yang dibawa oleh warga. Desa-desa dari Lore Barat memberikan makanan di atas bingka besar untuk dimakan bersama, yang mereka sebut Modulu-dulu. Sementara desa-desa lainnya membungkus makanan dari daun. Semua pengunjung makan menggunakan pingku, wadah makan dari daun silar, dan suke, alat minum dari bambu.

“Kuliner persembahan dari empat suku di acara Nyami To Poso, atau Selera orang Poso, menjadi agenda wajib di Festival Mosintuwu” cerita Martince, koordinator pengorganisasian Institut Mosintuwu.

Menurut Martince, acara demo masak dari suku Mori, Pamona, Napu, dan Bada  di hari kedua festival ini menjadi ruang bagi warga untuk bangga dengan kuliner desa dan sukunya yang bersumber dari alam desa.

Demikian pula, gelaran hasil bumi yang dipajang di lokasi pasar desa Festival Mosintuwu, serta karya-karya kreatif kerajinan yang dibuat oleh berbagai komunitas di stand pameran Festival Mosintuwu. Tidak ketinggalan, pojok etnobotani dan iktiologi Danau Poso yang banyak dikunjungi pelajar, menampilkan 94 jenis botani di Kabupaten Poso dan ikan-ikan endemik di 5 aquarium .

Berbagai workshop yang diadakan di Festival Mosintuwu, mengajak peserta untuk menguatkan konsep kemakmuran yang ada di desa dengan menyadari perkembangan dunia.

Workshop sosial media yang dibawakan oleh Gusdurian, misalnya, mengajak peserta untuk menggunakan sosial media bukan untuk menyebarkan kebencian tapi menyebarkan kabar baik dari Poso. Workshop fotografi desa yang difasilitasi oleh Rara Sekar dan Ben Laksana, juga mengajak anak muda untuk melihat dengan detail desa sebagai subyek foto yang menarik untuk diceritakan.

“Saya ikut workshop musik tradisi, karena penasaran dengan bagaimana musik tradisi bisa menjadi lebih digunakan oleh kami yang muda tanpa takut dibilang ketinggalan jaman” ujar Asri, seorang peserta workshop musik tradisi yang difasilitasi oleh Nardi Banggai dan Pedati.

Workshop lainnya yang tidak kalah seru dan diminati oleh peserta dan pengunjung adalah workshop inovasi untuk perempuan yang difasilitasi oleh Kopernik. Workshop ini memperkenalkan konsep baru penggunaan pembalut yang aman dan ramah lingkungan , bahkan dapat dibuat sendiri.

Gina dari Kopernik mengatakan “Inovasi ini adalah cara Kopernik untuk mengurangi penggunaan sampah plastik berdasarkan kebutuhan perempuan”.

Penjelasan Gina langsung disambut dengan antusias oleh para perempuan untuk bekerjasama dengan Institut Mosintuwu punya proyek khusus membuat pembalut  aman yang dapat dipakai ulang. Workshop ini melengkapi penjelasan Kopernik dalam pemutaran film “Pulau Plastik” sebuah kampanye tentang menolak penggunaan sampah plastik.

Beragam kegiatan lainnya, seperti bertemu pengrajin, custompainting, geowisata Danau Poso, dan seminar Ekspedisi Poso menjadi penguatan bersama tentang keanekaragaman hayati Poso yang harus dijaga.

Hal ini diperkuat kembali melalui pagelaran musik tradisi yang memperkenalkan cerita tentang desa dan lingkungan melalui folksong, teater rakyat, pagelaran geso-geso oleh anak-anak. Apalagi pada malam terakhir penyelenggaraan festival, konser musik Festival Mosintuwu diisi oleh musisi dan pegiat sosial seperti Rara Sekar, MAN, Pedati, Culture Project, Guritan Kabudul, Temperament Navigasi .

“Saya mengagumi solidaritas yang terbangun bukan hanya oleh warga desa tapi juga oleh para seniman, dan musisi yang hadir di Festival Mosintuwu,” kata Rara Sekar, musisi dan peneliti sosiologi antropologi  ini memberikan harapan tentang desa yang bisa terus dijaga kearifan lokal dan alamnya.

Ini adalah tahun ke empat penyelenggaraan Festival Mosintuwu oleh Institut Mosintuwu. Lian Gogali, pendiri dan inisiator Festival Mosintuwu menyebutkan bahwa festival diselenggarakan untuk membuka ruang bertemu, belajar serta merayakan kekayaan budaya, alam dan keanekaragaman hayati di desa Poso.

“Agar kebijakan pembangunan di Poso bisa berakar pada pengelolaan keanekaragaman hayati dan alam Poso yang bukan hanya berpihak pada rakyat, tapi juga bersolidaritas pada alam. Selain bahwa ada ruang agar desa-desa mempercayai dirinya, agar tidak digerus oleh produksi instan dari pabrik-pabrik yang mengeksploitasi alam” pungkas Lian. (bmz)

Pesona Poso di Telaga Tambing

Pengunjung bertenda di bibir Telaga Tambing. Pada hari libur, bibir telaga ini dipenuhi dengan tenda-tenda aneka warna. (bmzIMAGES/Basri Marzuki)

SEJAK konflik horizontal itu pecah di 1998, Kabupaten Poso yang terletak sekitar 250 kilometer arah Timur Kota Palu, ibukota Provinsi Sulawesi Tengah nyaris identik dengan kerusuhan, perpecahan, pengkotak-kotakan agama hingga terorisme.

Kondisi itu sesungguhnya tidak selaras dengan alam yang diciptakan Tuhan di wilayah itu. Betapa tidak, panorama alam yang tersaji sungguh sangat menyejukkan dan menjanjikan kedamaian dan ketenangan.

Lihatlah Danau Poso di Tentena yang merupakan danau terluas kedua di Indonesia setelah Danau Toba di Sumatera Utara. Lihatlah gugusan megalitikum peninggalan zaman batu yang terhampar luas di savanna Napu, Lore Utara dan disebut sebagai megalit tertua dan terluas di Indonesia.

Lihat pula Telaga Tambing yang tak hanya membuat selalu rindu dengan kicau burung endemiknya tetapi juga anggrek hutannya. Bahkan untuk yang terakhir ini, pesona Kabupaten Poso menjelma di telaga yang luasnya tidak lebih dari 6 hektar itu.

Poso hanyalah sebuah istilah atau penamaan adminsitratif bagi sebuah territorial, karena seharusnya Poso adalah kemajemukan, keindahan, ketenangan dan kedamaian seperti yang terpapar di Telaga Tambing yang otoritasnya dipegang oleh Balai Taman Nasional Lore Lindu (BTNLL).

Maka tidak mengherankan jika Poso yang “diributkan” tidak mengurangi hasrat pelancong untuk menikmati kemajemukan, keindahan, ketenangan, dan keindahan di telaga tersebut. Pesona Poso menjelma di Telaga Tambing.

Bahkan dalam dua tahun terakhir ketika operasi keamanan terus digulirkan di Poso, justeru jumlah kunjungan wisatawan ke telaga ini naik hingga tiga kali lipat. Bukan hanya pelancong lokal yang dengan kendaraan ojek saja sudah bisa sampai di tempat ini, pelancong mancanegara bahkan lebih tak terkira lagi.

Keunikan dan lebih-lebih lagi keasrian telaga ini menjadi salah satu alasannya. Ekosistem dan habitatnya begitu terjaga. Hutan-hutan hujan tropis yang khas di sekeliling telaga ini sulit ditemukan di tempat lainnya. Maka selalu saja ada bule yang berani memberi tip relatif mahal jika suasana itu bisa dipertahankan hingga ia mengulangi kedatangannya ke telaga tersebut kemudian hari.

“Di telaga inilah Poso selalu dirindukan,” aku Jeane, wisatawan asal Swiss yang pernah berkunjung ke tempat ini. ***

Naskah dan foto: Basri Marzuki

Pengerahan Pasukan Brimob ke Poso

Sejumlah anggota Brimob berjalan sesaaat setelah tiba di Bandara Mutiara, Palu, Sulawesi Tengah, 23 Januari 2007. Pasukan Brimob dari berbagai wilayah satuan itu akan memperkuat pasukan yang sudah dikirim sebelumnya untuk mengatasi konflik horizontal yang terjadi di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. (bmzIMAGES/Basri Marzuki)

Sejumlah anggota Brimob berjalan sesaaat setelah tiba di Bandara Mutiara, Palu, Sulawesi Tengah, 23 Januari 2007. Pasukan Brimob dari berbagai wilayah satuan itu akan memperkuat pasukan yang sudah dikirim sebelumnya untuk mengatasi konflik horizontal yang terjadi di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. (bmzIMAGES/Basri Marzuki)

Penangkapan Basri, DPO Poso

Basri Alias Bagong (31), DPO kasus kekerasan Poso mengacungkan jarinya saat dibawa ke Ruang Tahanan di Mapolda Sulteng, Jumat (2 Februari 2007). Basri ditangkap Densus 88 dalam operasi penyisiran di Kelurahan Kayamanya, Kecamatan Poso Kota, Kabupaten Poso, Kamis (1/2/2007) tanpa perlawanan. Basri mengaku melakukan aksi kekerasan karena balas dendam setelah 26 anggota keluarganya tewas dibantai saat kerusuhan Poso beberapa waktu sebelumnya. bmzIMAGES/Basri Marzuki

Basri Alias Bagong (31), DPO kasus kekerasan Poso mengacungkan jarinya saat dibawa ke Ruang Tahanan di Mapolda Sulteng, Jumat (2 Februari 2007). Basri ditangkap Densus 88 dalam operasi penyisiran di Kelurahan Kayamanya, Kecamatan Poso Kota, Kabupaten Poso, Kamis (1/2/2007) tanpa perlawanan. Basri mengaku melakukan aksi kekerasan karena balas dendam setelah 26 anggota keluarganya tewas dibantai saat kerusuhan Poso beberapa waktu sebelumnya. bmzIMAGES/Basri Marzuki

Poso Riot Convict

Three Poso riot defendants, Fabianus Tibo (left), Marunis Ruwu (center), and Dominggus da Silva (right) attend a judicial review hearing at the Petobo Penitentiary in Palu, Central Sulawesi, Indonesia, March 9, 2006. All three were executed after the local District Court convicted them of premeditated murder during the 1998-2005 period of unrest. (bmzIMAGES/Basri Marzuki)
Three Poso riot defendants, Fabianus Tibo (left), Marunis Ruwu (center), and Dominggus da Silva (right) attend a judicial review hearing at the Petobo Penitentiary in Palu, Central Sulawesi, Indonesia, March 9, 2006. All three were executed after the local District Court convicted them of premeditated murder during the 19982005 period of unrest. (bmzIMAGES/Basri Marzuki)