Seniman dari Komunitas Lobo memainkan drama tari berjudul Piringku Tak Sama di Taman Budaya Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (29/11/2014) malam. Drama tari yang disutradarai Ipin Cevin dan Koreografer Iin Ainar Lawide itu bercerita tentang keserakahan manusia dan hanya mementingkan diri sendiri yang dituangkan dalam tradisi makan besar (Mpantale). bmzIMAGES/Basri Marzuki
tari
Ritual Pompaura di Masyarakat Kaili
SUARA gimba (gendang) bertalu-talu mengiringi para penari. Sesekali tarian itu tidak karuan lantaran roh arwah merasukinya (trance). Sangguni (beras kuning) harus segera dihamburkan agar irama tari yang dimainkan perempuan dan laki-laki itu tetap berada dalam koridor kegembiraan menyambut pembersihan diri.
Sore itu, upacara adat Pomparua digelar di Kelurahan Lasoani, Palu, Sulawesi Tengah. Upacara itu sudah turun temurun dilakukan oleh suku Kaili – etnis mayoritas yang berdiam dilembah Palu. Pompaura berarti mengembalikan, menyingkirkan atau membersihkan.
Telah menjadi keyakinan warga setempat, segala macam bencana alam, wabah penyakit dan hal buruk lainnya disebabkan oleh ulah manusia dan harus dibersihkan agar tidak menimbulkan kerusakan. Keserakahan, kesombongan, ketidakpedulian pada alam dan lingkungan serta berbagai sifat-sifat buruk lainnya dibersihkan dengan ritual Pompaura.
Sejatinya, Pompaura digelar dua kali dalam setahun yakni pada saat perpindahan musim dari Timur ke Barat dan dari Barat ke Timur. Tergambar jelas semangat kekeluargaan, kebersamaan dan gotong royong dalam prosesi ini. Biaya yang dibutuhkan untuk pelaksanaan upacara adat ini ditanggung bersama. Setiap (rumah tangga) datang dengan ‘barang bawaan’ atau Taki berbentuk nasi yang direbus daun pisang, dan bahan makanan lainnya. Taki juga bisa dalam bentuk bahan makanan seperti beras, gula pasir dan kopi atau teh, singkong, pisang dan atau yang lainnya.
Bagi warga yang punya kemampuan lebih, membawa ayam dan bahkan kambing. Tidak ada kewajiban untuk membawa barang bawaan ini, semua tergantung kerelaan atau kemampuan masing-masing. Sebagian dari barang bawaan ini kemudian dijadikan sesaji. Sisanya disantap bersama usai prosesi adat.
Seminggu sebelumnya prosesi Pompaura dilaksanakan prosesi menau atau meminta izin kepada leluhur. Prosesi ini belum melibatkan orang banyak, biasanya hanya dilaksanakan oleh tolanggara, yakni dengan mempersembahkan sesaji untuk para leluhur.
Melalui ritual adat ini seluruh warga suatu kampung memohon kepada tuhan yang maha kuasa, agar dihindarkan dan dilindungi dari berbagai macam bencana dan marabahaya. ***
Naskah dan foto: Basri Marzuki
Rekor Motret Serentak
Sejumlah penari berpose saat pengambilan foto pada Hunting Massive dalam rangka pemecahan rekor Muri memotret serentak nasional di Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (9/10/2011). Memotret serentak tersebut dilaksanakan di 33 provinsi di seluruh Indonesia dalam rangka peluncuran website fotografer Indonesia. bmzIMAGES/Basri Marzuki
Tari Pamonte Massal
Ribuan siswi memainkan tari kolosal Pamonte di Lapangan Vatulemo, Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (27/9/2011). Tari khas penyambutan tamu di lembah Palu itu diikuti oleh 5.460 siswi dan memecahkan rekor MURI sebagai penari terbanyak. Pagelaran tari itu juga sekaligus memperingati HUT Kota Palu yang ke-33. bmzIMAGES/Basri Marzuki
Tari Rapa’i Geleng
Sejumlah penari memainkan tari “Rapa’i Geleng” khas Aceh pada pagelaran seni tradisi di Museum Sulawesi Tengah, Selasa (13/9/2011). Pagelaran seni itu diikuti oleh 22 perwakilan museum seluruh nusantara. bmzIMAGES/Basri Marzuki
Let’s Woman Speak Up
Seorang penari memainkan tari kontemporer bertajuk “Let’s Woman Speak Up” karya koreografer Iin Ainar Lawide di Taman Budaya Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (26/2/2011) malam. Tari itu menggambarkan seruan agar wanita berani tampil menyuarakan hak-haknya. bmzIMAGES/Basri Marzuki