.....local content, discussed globally....

We cover various issues developing in the Palu, Central Sulawesi and surrounding areas.
We chose it for you. We are trusted for that..Please explore further

Custom Post Layout v2

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Etiam blandit sem vel neque iaculis, vitae tempus lacus pellentesque. Nullam sed est vel massa laoreet varius. Sed euismod arcu ante, ac lacinia nunc venenatis eget. Sed bibendum, turpis vitae dapibus venenatis, urna ex blandit felis, eu faucibus mi sapien non velit. Aenean eu tempor lectus. Nulla … Read more

Custom Post Layout

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Etiam blandit sem vel neque iaculis, vitae tempus lacus pellentesque. Nullam sed est vel massa laoreet varius. Sed euismod arcu ante, ac lacinia nunc venenatis eget. Sed bibendum, turpis vitae dapibus venenatis, urna ex blandit felis, eu faucibus mi sapien non velit. Aenean eu tempor lectus. Nulla … Read more

Post Layout v5

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Etiam blandit sem vel neque iaculis, vitae tempus lacus pellentesque. Nullam sed est vel massa laoreet varius. Sed euismod arcu ante, ac lacinia nunc venenatis eget. Sed bibendum, turpis vitae dapibus venenatis, urna ex blandit felis, eu faucibus mi sapien non velit. Aenean eu tempor lectus. Nulla … Read more

Post Layout v4

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Etiam blandit sem vel neque iaculis, vitae tempus lacus pellentesque. Nullam sed est vel massa laoreet varius. Sed euismod arcu ante, ac lacinia nunc venenatis eget. Sed bibendum, turpis vitae dapibus venenatis, urna ex blandit felis, eu faucibus mi sapien non velit. Aenean eu tempor lectus. Nulla … Read more

Post Layout v3

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Etiam blandit sem vel neque iaculis, vitae tempus lacus pellentesque. Nullam sed est vel massa laoreet varius. Sed euismod arcu ante, ac lacinia nunc venenatis eget. Sed bibendum, turpis vitae dapibus venenatis, urna ex blandit felis, eu faucibus mi sapien non velit. Aenean eu tempor lectus. Nulla … Read more

Post Layout v2

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Etiam blandit sem vel neque iaculis, vitae tempus lacus pellentesque. Nullam sed est vel massa laoreet varius. Sed euismod arcu ante, ac lacinia nunc venenatis eget. Sed bibendum, turpis vitae dapibus venenatis, urna ex blandit felis, eu faucibus mi sapien non velit. Aenean eu tempor lectus. Nulla … Read more

Post Layout v1

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Etiam blandit sem vel neque iaculis, vitae tempus lacus pellentesque. Nullam sed est vel massa laoreet varius. Sed euismod arcu ante, ac lacinia nunc venenatis eget. Sed bibendum, turpis vitae dapibus venenatis, urna ex blandit felis, eu faucibus mi sapien non velit. Aenean eu tempor lectus. Nulla … Read more

Merajut Asa di Pulau Kabalutan

Seorang anak suku Bajo muncul ke permukaan setelah menyelam di Pulau Kabalutan, Kepulauan Togean, Tojo Unauna, Sulawesi Tengah. bmzIMAGES/Basri Marzuki

PUKUL  05.58 Wita, mentarimembersitkan sinarnya di ufuk timur. Seketika, riuh menyeruak di Pulau Kabalutan yang berada di gugusan Kepulauan Togean, Kabupaten Tojo Unauna, Sulawesi Tengah.

Pulau yang didiami sekitar 3.000 jiwa itu menyambut datangnya pagi dengan aktivitas harian yang sebagian besarnya di laut. Anak-anak bergegas mandi pagi, terjun ke laut membasahi tubuhnya dan kemudian membilas segayung atau dua gayung dengan air tawar yang sudah mengalir ke rumah-rumah warga dengan debit secukupnya.

Orang-orang tua hilir mudik dengan sampan kecil menyusuri tiang-tiang rumah yang berjejer di tepian. Ibu-ibu sibuk menyiapkan sarapan pagi untuk suami yang sebentar lagi akan segera melaut memancing ikan.

Seperti kebanyakan anak-anak di wilayah lainnya, penduduk yang mayoritas beretnis suku Bajo ini juga melewati paginya dengan riang meniti jembatan-jembatan kayu yang menghubungkan antara satu rumah dengan rumah lainnya, hingga ke sekolah.

Separuh ruang sekolah berada di atas daratan, separuh lagi tiangnya tertancap di bibir pantai. Suasana rumah panggung sangat terasa di setiap sekolah itu.

Anak-anak yang menamatkan Sekolah Dasar di pulau itu tidak harus “merantau” ke luar pulau untuk bisa mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Di pulau yang terdiri dari tiga dusun itu, terdapat dua buah SD, sebuah SMP dan sebuah lagi SMA.

Kecuali pendidikan tinggi, tidak ada jalan lain bagi penduduk setempat selain harus ke luar pulau, ke ibukota kabupaten di Ampana, atau ke ibukota provinsi di Palu. Sedikitnya, telah tiga orang penduduk setempat yang telah menyandang gelar sarjana strata satu.

Jumlah sekolah yang relatif tersedia itu, sebanding dengan angka fertilitas penduduk di pulau tersebut yang terbilang cukup tinggi.

Keterbatasan ruang bermukim menjadikan setiap rumah kerap dihuni tiga hingga empat Kepala Keluarga (KK). Rata-rata KK memiliki keluarga yang terdiri dari suami, istri, dan tiga sampai empat orang anak.

Dari sisi infrastruktur, ketersediaan sarana kesehatan juga tersedia dengan adanya Puskesmas Pembantu dengan tenaga bidan dan mantri kesehatan. Air bersih, melalui bantuan APBN kini telah tersambung jaringan pipa air bersih bawah laut walau dengan volume yang relatif tidak banyak.

Tidak ada kegelisahan nyata di antara para pemukim yang berlatar suku Bajo di pulau itu untuk  meninggalkan kesehariannya yang terbalut dengan laut. Sejak nenek moyangnya mematrikan diri dengan kehidupan laut, asa terus dibenamkan dalam dirinya untuk kehidupan yang terus membaik.

Naskah dan foto: Basri Marzuki

Mengukuhkan Seni dan Budaya dalam Lalove

Mengukur bambu untuk pembuatan lalove. bmzIMAGES/Basri Marzuki

TIDAK ada catatan sejarah tentang kapan alat musik tiup bernama Lalove ini mulai digunakan oleh masyarakat to Kaili. Kaili adalah etnis mayoritas yang mendiami sebagian besar lembah Palu Provinsi Sulawesi Tengah.

Yang pasti, pada setiap ritual adat terutama upacara penyembuhan yang disebut “Balia”, alat musik tiup ini selalu hadir bersama gimba (gendang) yang mengiringi upacara tersebut.

Di zamannya, lalove begitu sakral. Untuk membuatnya harus melalui prosedur adat yang sarat dengan unsur magic. Dimulai dengan pemilihan bambu, melepaskan ranting-rantingnya, hingga memotong ruas dan menentukan titik-titik lubangnya dilakukan dengan mantra.

Pemanteraan itu sesuai dengan maksudnya yakni ketika ditiup atau dibunyikan akan memiliki keuatan supra natural untuk memaggil roh. Dalam ritual penyembuhan Balia, peran lalove sangat penting karena menentukan seperti apa roh itu bisa masuk ke tubuh seeorang yang sedang dalam proses penyembuhan. Karena itu pula, peniup lalove adalah mereka yang memiliki keahlian dan kekuatan natural itu pula.

Namun itu dulu, kini Lalove tidak lagi sekadar mengiringi ritual penyembuhan. Beberapa ritual atau bahkan drama seni, tari kreasi dan juga musik kontemporer pun memanfaatkan alat musik khas yang terbuat dari buluh (bambu) pilihan ini.

Perjalanan waktu mengubah unsur magic yang melekat dalam lalove. Ia bisa diproduksi secara massal dengan mengesampingkan unsur magic tersebut. Secara ekonomis, Lalove bukanlah unit bisnis yang menggiurkan, pertama karena pasarnya sangat terbatas di kalangan tertentu, kedua tidak banyak orang yang mau menggelutinya. Itu pula alasan mengapa mendapatkan Lalove terasa begitu sulit.

Namun di pelosok Kabupaten Sigi, tepatnya di Desa Kaleke, Kecamatan Dolo Barat, masih ada yang peduli dengan pelestarian alat musik tiup khas ini. “Bukan unsur ekonomisnya, tapi lebih kepada bagaimana agar alat musik ini tetap ada dalam khasanah seni dan budaya kita, to Kaili,” ujar Yayan Kololio, perajin Lalove itu.

Menurutnya, tidak cukup sulit untuk membuat Lalove. Tiga jam baginya cukup untuk bisa menyelesaikan satu unit Lalove. “Tapi itu tadi, unsur magicnya kita kesampingkan. Kecuali kalau membuat Lalove khusus, butuh waktu yang lebih panjang,” sebut Yayan.

Selama tiga tahun menggeluti kerajinan Lalove itu, cukup memadai Lalove yang bisa dihasilkan. Umumnya Lalove itu dibuatkan berdasarkan pesanan, seperti anak-anak sekolah yang dalam kurikulumnya mengajarkan tentang alat music tradisional. Selain itu beberapa sanggar seni kerap kali mengorder untuk keperluan sanggarnya.

Suatu kebanggaan menurutnya karena meski jauh di pelosok, namun suara Lalove itu banyak pula diminati oleh orang di luar etnis to Kaili. Lalove yang dibuatnya bahkan sudah menjamah beberapa seniman di kota-kota lainnya di Indonesia seperti Makassar, Semarang dan Jawa sebagiannya.

Pengetahuan membuat Lalove diakuinya didapatkan secara otodidak. Ia mengaku tidak memiliki silsilah pembuat atau pengguna Lalove. “Ini spontan saja, saya mendengar bunyi Lalove dalam sebuah upacara Balia dan saat itu saya tergerak untuk mencoba membuatnya. Itulah awalnya,” aku Yayan.

Ia berharap ke depan akan banyak anak muda yang menekuni pembuatan Lalove tersebut terkait dengan regenerasi. Karena menurutnya, jika semua berpaling dari kekhasan seni dan budaya lokal, entah apa jadinya to Kaili nantinya. Bisa jadi hanya tersisa cerita saja. ***

Teks dan Foto: Basri Marzuki

Item added to cart.
0 items - $0