SEORANG bapak menengadahkan kedua tangannya di depan sebuah batu nisan tak bernama di Kompleks Pekuburan Poboya Palu, Sulawesi Tengah – tempat ribuan korban bencana gempa, tsunami, dan likuefaksi dikubur massal. Mulutnya komat kamit memanjatkan doa bagi sang buang hati yang menjadi salah satu korban.
Di tempat lain, seorang ibu menatap kosong ke hamparan puing-puing rumah yang telah rata dengan tanah di bekas tempat tinggalnya di Kelurahan Balaroa. Memorial park seluas 136 hektare itu selalu membawa ingatan ibu itu tentang rumah dan keluarganya yang tertelan lumpur, hilang tak berbekas.
Dan di Pantai Talise, seorang pria duduk di atas bekas tanggul penahan ombak sembari mendekap kedua lututnya. Pandangannya lurus ke teluk yang membelah kota. Dia mengenang seorang perempuan pujaannya yang terenggut gelombang tsunami….
Namun cerita duka, sedih, dan keputusasaan itu sudah berlalu, berganti dengan gerak aktivitas untuk terus melanjutkan hidup karena hidup memang harus tetap berlanjut. Para korban bencana 28 September 2018 itu mematrikan diri untuk bangkit!!!
Setahun setelah bencana dahsyat itu, anak-anak kembali bergandengan tangan menuju sekolah-sekolah, pedagang meramaikan pasar, pegawai rutin ke tempat kerja, sopir mengangkut penumpang, SPBU mengisi BBM kendaraan, rumah sakit melayani pasien, bank menerima setoran simpanan, ekonomi berputar kembali, trauma akan bencana perlahan pulih.
Terdapat sekitar 53.172 Kepala Keluarga yang terdampak bencana pada Jumat, 28 September 2018 itu. Sebagian di antaranya telah menghuni hunian-hunian sementara (Huntara), baik yang dibangun oleh pemerintah melalui Kementerian PUPR, BUMN, maupun oleh lembaga kemanusiaan non pemerintah.
Dalam rentang waktu masa tanggap darurat, sejumlah infrastruktur yang rusak telah tertangani. Listrik mengalir kembali ke pemukiman-pemukiman, tak terkecuali di Huntara-huntara. Sistem komunikasi yang sebelumnya lumpuh total kini berfungsi dengan normal kembali.
Kondisi normal seperti sebelumnya memang belum sepenuhnya terwujud, namun masa rehabilitasi dan rekonstruksi yang sedang berjalan diharapkan dapat mengejawantahkan kehadiran negara bagi para korban yang juga rakyat Indonesia. ***
Naskah dan foto: Basri Marzuki