.....local content, discussed globally....

We cover various issues developing in the Palu, Central Sulawesi and surrounding areas.
We chose it for you. We are trusted for that..Please explore further

Action The Boys Save the Hawksbill Turtle

Palu, Central Sulawesi, Indonesia (October 27): Two boys pushed a Hawksbill turtle (Eretmochelys imbricata) down to sea on the Kampung Lere Beach, Palu, Central Sulawesi, Indonesia on 27 October 2019. The rare and protected turtle was released by the boy This is after a fisherman catches him when he catches fish in the sea and then leaves it tied to the hot beach. The children then came and felt sorry, then released him back to the sea. (bmzIMAGES/Basri Marzuki)

A hawksbill turtle (Eretmochelys imbricata) was caught by a fisherman while netting fish in the sea on October 27, 2019. The turtle was then taken to shore by the fisherman and tied the turtle’s legs with a rope to avoid running away.

A group of children suddenly came to the beach and watched the rare and protected turtle torture. His legs were bound and in a very hot heat. The hot temperature at that time in Kampung Lere Beach, Palu, Central Sulawesi, Indonesia reached 37 degrees Celsius.

Unbeknownst to the fishermen who caught the turtle, some children then took the initiative to dig sand near the turtle so that it could collect water for the turtle. The children also watered the turtle’s head so it would not overheat.

Meanwhile, other children try to find broken bottles so they can break the rope that ties the turtle’s legs. After trying long enough the rope was finally broken.

Without further thought, the children then pushed the turtle with all their might to return to the sea.

Turtles that are about 70 centimeters long and 50 centimeters wide are heavy enough to be pushed, but then the cubs take turns lifting until they finally reach the sea.

The children were happy because after reaching the sea, the turtle could finally swim again and return to their habitat.

Text & Photos: Basri Marzuki
============

Seekor Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) ditangkap seorang nelayan ketika menjaring ikan di laut pada 27 Oktober 2019. Penyu itu kemudian dibawa ke pantai oleh nelayan tersebut dan mengikat kaki penyu itu dengan tali agar tidak melarikan diri.

Sekelompok anak-anak tiba-tiba datang ke pantai itu dan menyaksikan penyu yang langka dan dilindungi undang-undang itu sangat tersiksa. Kakinya terikat dan dalam keadaan panas yang sangat menyengat. Suhu panas saat itu di Pantai Kampung Lere, Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia mencapai 37 derajat celcius.

Tanpa sepengetahuan nelayan yang menangkap penyu itu, beberapa anak kemudian berinisiatif menggali pasir yang ada di dekat penyu itu agar dapat menampung air bagi penyu. Anak-anak juga menyiram kepala penyu itu agar tidak kepanasan.

Sementara itu, anak-anak lainnya mencoba mencari pecahan botol agar bisa memutuskan tali yang mengikat kaki penyu itu. Setelah berusaha cukup lama akhirnya tali pengikat tersebut berhasil diputuskan.

Tanpa fikir panjang lagi, anak-anak itu lalu mendorong penyu itu sekuat tenaga agar bsia kembali laut.

Penyu yang berukuran panjang sekitar 70 centimer dan lebar 50 centimeter cukup berat untuk didorong, namun kemudian anak-ank bergantian mengangkat hingga akhirnya bisa mencapai laut.

Anak-anak itu gembira karena setelah mencapai laut, penyu itu akhirnya bisa berenang lagi dan kembali ke habitatnya.

Text & Photos: Basri Marzuki

Setahun Bencana Sulawesi Tengah, BERGERAK BANGKIT

Lokasi tanah amblas tujuh meter akibat likuefaksi di Kelurahan Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (26/9/2019). Lahan tersebut kini masuk dalam "Zona Merah" dan dijadikan Memorial Park. bmzIMAGES/Basri Marzuki

SEORANG bapak menengadahkan kedua tangannya di depan sebuah batu nisan tak bernama di Kompleks Pekuburan Poboya Palu, Sulawesi Tengah – tempat ribuan korban bencana gempa, tsunami, dan likuefaksi dikubur massal. Mulutnya komat kamit memanjatkan doa bagi sang buang hati yang menjadi salah satu korban.

Di tempat lain, seorang ibu menatap kosong ke hamparan puing-puing rumah yang telah rata dengan tanah di bekas tempat tinggalnya di Kelurahan Balaroa. Memorial park seluas 136 hektare itu selalu membawa ingatan ibu itu tentang rumah dan keluarganya yang tertelan lumpur, hilang tak berbekas.

Dan di Pantai Talise, seorang pria duduk di atas bekas tanggul penahan ombak sembari mendekap kedua lututnya. Pandangannya lurus ke teluk yang membelah kota. Dia mengenang seorang perempuan pujaannya yang terenggut gelombang tsunami….

Namun cerita duka, sedih, dan keputusasaan itu sudah berlalu, berganti dengan gerak aktivitas untuk terus melanjutkan hidup karena hidup memang harus tetap berlanjut. Para korban bencana 28 September 2018 itu mematrikan diri untuk bangkit!!!

Setahun setelah bencana dahsyat itu, anak-anak kembali bergandengan tangan menuju sekolah-sekolah, pedagang meramaikan pasar, pegawai rutin ke tempat kerja, sopir mengangkut penumpang, SPBU mengisi BBM kendaraan, rumah sakit melayani pasien, bank menerima setoran simpanan, ekonomi berputar kembali, trauma akan bencana perlahan pulih.

Terdapat sekitar 53.172 Kepala Keluarga yang terdampak bencana pada Jumat, 28 September 2018 itu. Sebagian di antaranya telah menghuni hunian-hunian sementara (Huntara), baik yang dibangun oleh pemerintah melalui Kementerian PUPR, BUMN, maupun oleh lembaga kemanusiaan non pemerintah.

Dalam rentang waktu masa tanggap darurat, sejumlah infrastruktur yang rusak telah tertangani. Listrik mengalir kembali ke pemukiman-pemukiman, tak terkecuali di Huntara-huntara. Sistem komunikasi yang sebelumnya lumpuh total kini berfungsi dengan normal kembali.

Kondisi normal seperti sebelumnya memang belum sepenuhnya terwujud, namun masa rehabilitasi dan rekonstruksi yang sedang berjalan diharapkan dapat mengejawantahkan kehadiran negara bagi para korban yang juga rakyat Indonesia. ***

Naskah dan foto: Basri Marzuki

Peternakan Leluhur di Lembah Lore Poso

Meski menghadapi masalah bibit atau anakan, pera pemangku adat tetap berusaha menjalankan amanah adat atas peternakan itu. Sesekali mereka turun ke lapangan melihat langsung kondisi ternak-ternak itu. bmzIMAGES/Basri Marzuki

KABUT  masih berarak di langit. Pagi yang dingin masih menyelimuti Lembah Lore. Tetapi Suwardi Tudai, ketua penggembala di peternakan leluhur di desa Winowanga, Lore Timur, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah itu sudah beranjak dari rumahnya. Ia akan memastikan kerbau dan sapi-sapi siap dilepas ke padang savana yang luasnya seujung mata memandang.

Pharmacokinetics: The extent of percutaneous absorption of topical corticosteroids is determined by many factors including the vehicle, the integrity of the epidermal barrier, and the use of occlusive dressings. Cefprozil is in a class of medications called cephalosporin antibiotics. Do not use a second inhaled bronchodilator that contains formoterol, arformoterol, indacaterol, olodaterol, salmeterol, or formoterol www.farmaciasinreceta.net. Symptoms include: • Very slow heart rate.

Begitulah setiap harinya, ratusan kerbau dan sapi diternakkan di padang 2.500 hektare itu. Peternakan yang sudah ada sejak tahun 1818 itu dikelola secara turun temurun oleh keluarga dan menjadi warisan leluhur yang terus dipertahankan dari generasi ke generasi.

Lebih dari dua abad berlalu, peternakan yang pengelolaannya juga dicampuri oleh lembaga adat setempat masih bertahan hingga kini. Kehadiran lembaga adat di peternakan leluhur itu bukan tanpa alasan, karena distribusi seluruh hasil ternak hanya diperuntukkan bagi kegiatan-kegiatan yang bersifat tradisi yang melanggengkan adat.

“Kerbau dan sapi di peternakan ini juga dijual, tapi tidak untuk umum, jadi hanya untuk kegiatan adat seperti pesta pernikahan, selamatan, atau kegiatan adat lainnya. Hasilnya penjualannya digunakan kembali untuk membiayai peternakan ini,” aku SN Ama, ketua adat setempat.

Meski langgeng hingga kini, kearifan mengelola peternakan leluhur itu bukan tanpa masalah. Problem anakan atau bibit kerbau dan sapi menjadi ganjalan utama. Angka fertilitas hewan ternak di peternakan itu terbilang sangat rendah. Bagaimana tidak, rasio ternak pejantan terhadap terhadap betina hanya 1:12, padahal idealnya 1:5.

Pemerintah Desa Winowanga berusaha turun tangan, namun keterbatasan dalam banyak hal tidak memberi solusi siginifikan bagi kerbelanjutan peternakan leluhur itu.

“Sudah beberapa kali kami memohon kepada dinas terkait, namun hingga kini belum ada realisasinya,” ungkap  Alpius Rangka, kepala Desa Winowanga.

Dan kini, satu-satunya peternakan leluhur bernilai historis yang selalu mengundang decak kagum setiap pengunjung itu sedang “megap-megap” menjalani hari-harinya. Kerbau dan sapi-sapi beserta penggembala dan tetua adatnya sedang “tertatih-tatih” melanggengkan cerita peradaban di daerah itu. ***

Naskah dan foto: Basri Marzuki

Mosintuwu Festival in Poso, Central Sulawesi

Sejumlah warga suku Pamona dari Desa Tomahipi menyanyikan lagu "Oh Tampo Lore"" pada Festival Mosintuwu (Kebersamaan) di Tentena, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Jumat (1/11/2019) malam. Selain menampilkan kekhasan budaya suku Pamona, festival yang berlangsung hingga 2 November 2019 itu juga menampilkan berbagai atraksi seni dari 15 desa yang ikut serta. bmzIMAGES/Basri Marzuki

INSTITUT Mosintuwu menggelar Festival Mosintuwu pada 31 Oktober hingga 2 November 2019 di Kota Tentena, Poso, Sulawesi Tengah. Festival yang berbasis komunitas dan menampilkan keanekaragaman alam, budaya dan tradisi itu berhasil menguatkan identitas Poso.

National Library of Medicine: Drug Information Portal – Amiodarone • Amiodarone (FDA MedWatch see: Information for Healthcare Professionals: Amiodarone (marketed as Cordarone) [ARCHIVED] ) • (2005 Drug Safety Information, archived) • “Amiodarone”. Talk • This medicine may affect certain lab tests. A newer anti-Parkinson MAO-B inhibitor, rasagiline, metabolizes into 1( R)-aminoindan, which has no amphetamine-like characteristics www.apotek24.org. Clinical studies have been performed to determine the serological responses after immunization.

“Festival ini dengan sangat baik menggambarkan napas sebuah festival yang dikelola oleh masyarakat dan untuk masyarakat,” kata Joshua Marunduh, kontributor National Geographic Indonesia.

Tidak ada acara seremoni dengan pidato yang panjang, Festival Mosintuwu dibuka dengan karnaval hasil bumi dari 17 desa/kelurahan dari Kabupaten Poso. Sepanjang jalan, kelompok perempuan dengan pakaian petani dan khas suku masing-masing membawa hasil bumi yang dihias khusus sambil bernyanyi lagu “desaku” atau “orang tani orang merdeka”.

Acara kuliner dari tradisi suku-suku di Poso memperkaya makna festival Mosintuwu sebagai festival tradisi Poso.  Pada hari pertama, ada acara Moapu( memasak) diikuti oleh 8 desa yang mempersembahkan beragam masakan dengan bahan organik yang dikelola dengan tradisi lokal.

Malam harinya, pengunjung festival diajak untuk Molimbu atau makan bersama makanan yang dibawa oleh warga. Desa-desa dari Lore Barat memberikan makanan di atas bingka besar untuk dimakan bersama, yang mereka sebut Modulu-dulu. Sementara desa-desa lainnya membungkus makanan dari daun. Semua pengunjung makan menggunakan pingku, wadah makan dari daun silar, dan suke, alat minum dari bambu.

“Kuliner persembahan dari empat suku di acara Nyami To Poso, atau Selera orang Poso, menjadi agenda wajib di Festival Mosintuwu” cerita Martince, koordinator pengorganisasian Institut Mosintuwu.

Menurut Martince, acara demo masak dari suku Mori, Pamona, Napu, dan Bada  di hari kedua festival ini menjadi ruang bagi warga untuk bangga dengan kuliner desa dan sukunya yang bersumber dari alam desa.

Demikian pula, gelaran hasil bumi yang dipajang di lokasi pasar desa Festival Mosintuwu, serta karya-karya kreatif kerajinan yang dibuat oleh berbagai komunitas di stand pameran Festival Mosintuwu. Tidak ketinggalan, pojok etnobotani dan iktiologi Danau Poso yang banyak dikunjungi pelajar, menampilkan 94 jenis botani di Kabupaten Poso dan ikan-ikan endemik di 5 aquarium .

Berbagai workshop yang diadakan di Festival Mosintuwu, mengajak peserta untuk menguatkan konsep kemakmuran yang ada di desa dengan menyadari perkembangan dunia.

Workshop sosial media yang dibawakan oleh Gusdurian, misalnya, mengajak peserta untuk menggunakan sosial media bukan untuk menyebarkan kebencian tapi menyebarkan kabar baik dari Poso. Workshop fotografi desa yang difasilitasi oleh Rara Sekar dan Ben Laksana, juga mengajak anak muda untuk melihat dengan detail desa sebagai subyek foto yang menarik untuk diceritakan.

“Saya ikut workshop musik tradisi, karena penasaran dengan bagaimana musik tradisi bisa menjadi lebih digunakan oleh kami yang muda tanpa takut dibilang ketinggalan jaman” ujar Asri, seorang peserta workshop musik tradisi yang difasilitasi oleh Nardi Banggai dan Pedati.

Workshop lainnya yang tidak kalah seru dan diminati oleh peserta dan pengunjung adalah workshop inovasi untuk perempuan yang difasilitasi oleh Kopernik. Workshop ini memperkenalkan konsep baru penggunaan pembalut yang aman dan ramah lingkungan , bahkan dapat dibuat sendiri.

Gina dari Kopernik mengatakan “Inovasi ini adalah cara Kopernik untuk mengurangi penggunaan sampah plastik berdasarkan kebutuhan perempuan”.

Penjelasan Gina langsung disambut dengan antusias oleh para perempuan untuk bekerjasama dengan Institut Mosintuwu punya proyek khusus membuat pembalut  aman yang dapat dipakai ulang. Workshop ini melengkapi penjelasan Kopernik dalam pemutaran film “Pulau Plastik” sebuah kampanye tentang menolak penggunaan sampah plastik.

Beragam kegiatan lainnya, seperti bertemu pengrajin, custompainting, geowisata Danau Poso, dan seminar Ekspedisi Poso menjadi penguatan bersama tentang keanekaragaman hayati Poso yang harus dijaga.

Hal ini diperkuat kembali melalui pagelaran musik tradisi yang memperkenalkan cerita tentang desa dan lingkungan melalui folksong, teater rakyat, pagelaran geso-geso oleh anak-anak. Apalagi pada malam terakhir penyelenggaraan festival, konser musik Festival Mosintuwu diisi oleh musisi dan pegiat sosial seperti Rara Sekar, MAN, Pedati, Culture Project, Guritan Kabudul, Temperament Navigasi .

“Saya mengagumi solidaritas yang terbangun bukan hanya oleh warga desa tapi juga oleh para seniman, dan musisi yang hadir di Festival Mosintuwu,” kata Rara Sekar, musisi dan peneliti sosiologi antropologi  ini memberikan harapan tentang desa yang bisa terus dijaga kearifan lokal dan alamnya.

Ini adalah tahun ke empat penyelenggaraan Festival Mosintuwu oleh Institut Mosintuwu. Lian Gogali, pendiri dan inisiator Festival Mosintuwu menyebutkan bahwa festival diselenggarakan untuk membuka ruang bertemu, belajar serta merayakan kekayaan budaya, alam dan keanekaragaman hayati di desa Poso.

“Agar kebijakan pembangunan di Poso bisa berakar pada pengelolaan keanekaragaman hayati dan alam Poso yang bukan hanya berpihak pada rakyat, tapi juga bersolidaritas pada alam. Selain bahwa ada ruang agar desa-desa mempercayai dirinya, agar tidak digerus oleh produksi instan dari pabrik-pabrik yang mengeksploitasi alam” pungkas Lian. (bmz)

Didera Banjir Bandang Beruntun, Desa Bangga Kini

Desa Bangga, Kecamatan Dolo Selatan, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia diterjang banjir bandang beruntun. Puncaknya pada 28 April 2019 yang mengubur ratusan rumah penduduk. Ratusan Kepala Keluarga terpaksa mengungsi ke tempat aman.
Pemerintah setempat menjanjikan relokasi buat para korban karena desanya tidak layak huni lagi. Kini, menjelang enam bulan setelah bencana itu, sebagian besar dari korban itu masih menempati tenda-tenda darurat dengan keadaan yang serba terbatas dan kekurangan. Tak ada lagi bantuan yang masuk seperti ketika awalnya bencana itu menerjang..

Menghadang Abrasi Teluk Palu

Sekitar 23 persen bakau di dunia tumbuh di Indonesia. Bakau ini melindungi pantai dari abrasi, banjir dan tsunami. Namun sejak 1980-an, menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), sekitar 40 persen hutan bakau tersebut telah rusak dan perusakan itu berkontribusi terhadap pemanasan global.

Approximately 200 patients with newly diagnosed Parkinson’s disease participated in a clinical study of cabergoline monotherapy. It is a combination of four drugs in one pill, taken once a day. Take triamterene and hydrochlorothiazide exactly as directed Generyczny Cialis online cena. It is wise to avoid use loperamide in patients who require bethanechol.

Garis pantai Teluk Palu yang meliputi Kota Palu dan Kabupaten Donggala di Sulawesi Tengah tak luput dari kerusakan hutan bakau tersebut. Dulunya, garis pantai sepanjang lebih dari 67 kilometer itu tertutupi hutan bakau. Namun kini hanya menyisakan tak lebih dari 10 hektar atau sepanjang 2,5 kilometer. Hilangnya hutan bakau itu antara lain disebabkan oleh penebangan, pemukiman, hotel, dan dermaga.

Ketika tsunami menghantam Kota Palu dan Donggala dengan skala yang cukup besar pada 28 September 2018, sebagian besar pesisir pantai hancur karena bakau yang seharusnya menjadi penghadang tsunami sudah rusak dan hilang.

Ekosistem bakau yang tersisa hanyalah Gonenggati yang terletak di Kabupaten Donggala. Hutan bakau yang dilestarikan itu dikelola oleh kelompok pemuda yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan (KTH) beranggotakan 30 pemuda lokal, diketuai seorang pemuda bernama Yuryanto.

Mereka menanam bibit bakau di lahan pesisir yang rusak dan juga menjadikannya sebagai laboratorium bagi pelajar dan mahasiswa, serta menyulapnya sebagai tempat wisata dengan melibatkan masyarakat sekitarnya.

Meski dijadikan sebagai obyek wisata, hutan bakau tersebut juga menjadi sumber penghidupan nelayan lokal untuk menangkap udang dan kepiting.

Kesadaran pentingnya melestarikan bakau menjadi motivasi utama bagi kelompok pemuda itu. Mereka menyadari, wilayahnya tak memiliki sumberdaya yang bisa diandalkan untk mengangkat tingkat kehidupan mereka menjadi lebih baik, dan di sisi lain, hutan bakau disadari pula sangat efektif dalam menyerap karbon.

Tak sebatas itu, kesadaran itu juga ditularkan kepada berbagai kelompok lainnya untuk turut mengambil peran, tak sekadar melindungi pesisir, tetapi juga untuk keberlanjutan generasi berikutnya.

Penelitian yang dilakukan oleh National University of Singapore pada 2018 menyimpulkan bahwa hutan bakau adalah habitat yang paling hemat biaya untuk mengurangi emisi karbon. Vegetasi pantai tumbuh cepat dan menyimpan karbon organik lebih efisien daripada hutan hujan tropis atau ekosistem lainnya.

Tanah ekosistem mangrove adalah yang paling penting karena 78 persen karbon tersimpan di tanah, 20 persen di pohon hidup dan dua persen di pohon mati. Saat digunduli, ekosistem mangrove melepaskan karbon dioksida (CO2) ke udara.

Di Indonesia, 190 juta metrik ton CO2 dibebaskan setiap tahun karena deforestasi hutan bakau, yang mencapai 42 persen dari emisi gas rumah kaca.

Di tempat lain, para pecinta lingkungan menuntut untuk menghentikan deforestasi dan memulihkan hutan bakau di Teluk Palu, terlebih menilik dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh tsunami September 2018 lalu yang memporak-porandakan garis pantai Teluk Palu dan lebih jauh lagi terus mengikis pantai sepanjang Teluk Palu.

Bencana tsunami telah membuktikan jika pesisir pantai Gonenggati sedikit pun tidak mengalami kerusakan apalagi menelan korban jiwa karena perlindungan hutan bakau yang dikelola kelompok pemuda itu.

Atas hal itu, kelompok tani hutan ini bersama pecinta lingkungan lainnya menolak jika perlindungan terhadap garis pantai dilakukan dengan membangun tanggul beton. Selain padat modal, tanggul beton dinilainya memisahkan sosio ekonomi mastakaat pesisir dengan laut yang menjadi sumber penghidupannya. Tanggul beton dinilai tak bisa memberi kontribusi yang siginifikan terhadap ancaman pemanasan global yang sudah tampak di depan mata.

Naskah dan Foto: Basri Marzuki / bmzIMAGES

China Lunar New Year Prayers in Palu, Indonesia

Palu, Central Sulawesi, Indonesia (February 5, 2019): A citizen of Chinese descent burns incense to pray the Lunar New Year in Magabudhi Temple in Palu, Central Sulawesi, Indonesia, Tuesday, February 5, 2019. Citizens of Chinese descent believe the Lunar New Year to 2570 is the year of the pig. The Lunar New Year worship tradition this time took place solemnly because it was still tinged with a post-disaster grief on September 28, 2018 which killed thousands of people. (Photo by Basri Marzuki/bmzIMAGES)

Metaproterenol: (Major) Caution and close observation should also be used when metaproterenol is used concurrently with other adrenergic sympathomimetics, administered by any route, to avoid potential for increased cardiovascular effects. Patient Assistance Programs for Fibryga There are many kinds of influenza viruses, but not all will cause problems in any given year. With all oral medications, delays in absorption can lead to delays in pain relief Cialis Daily 5 mg. Collagenase clostridium histolyticum can damage a nerve, tendon, or ligament in the hand the medicine is injected into.

Palu, Central Sulawesi, Indonesia (February 5, 2019) : A Chinese citizen prays for the Lunar New Year in Magabudhi Temple in Palu, Central Sulawesi, Indonesia, Tuesday, February 5, 2019. Citizens of Chinese descent believe the Lunar New Year to 2570 is the year of the pig. The Lunar New Year worship tradition this time took place solemnly because it was still tinged with a post-disaster grief on September 28, 2018 which killed thousands of people. (Photo by Basri Marzuki/bmzIMAGES)

Kembalinya KM Sabuk Nusantara 39 ke Laut

Donggala, Central Sulawesi, Indonesia (February 5, 2019): KM Sabuk Nusantara 39 ship glides into the sea after being pulled by a tug boat in Wani Port, Donggala, Central Sulawesi, Indonesia, Tuesday, February 5, 2019. After being on land due to the tsunami waves hit Last September 28, 2018, finally the Sea Toll boat owned by PT. The Pelni was finally pulled back into the sea by being driven by an excavator and pulled by a tug boat. Most of the residents who lived around regretted that the ship should have remained on land as a memory that there had been a devastating tsunami in the region. bmzIMAGES/Basri Marzuki

TEPAT pukul 18.54 Wita, KM Sabuk Nusantara 39 yang terhempas ke darat oleh gelombang tsunami 28 Spetember 2018 lalu di Pelabuhan Wani, Donggala, Sulawesi Tengah, akhirnya kembali ke laut.

Kapal Tol Laut milik PT. Pelni yang berbobot mati 500 gross ton itu berhasil diluncurkan kembali ke laut setelah didorong oleh sebuah alat berat excavator dari darat dan sementara itu juga ditarik oleh sebuah tug boat dari laut.

By blocking muscarinic cholinergic receptors in the CNS, benztropine reduces the excessive cholinergic activity present in parkinsonism and related states. Azactam is used to treat severe infections of the blood, urinary tract, lungs, skin, stomach, or female reproductive organs. Compared to never being exposed to pioglitazone, a duration of pioglitazone therapy longer than 12 months was associated with a 40% increase in risk (HR 1 site. Concomitant or sequential antibiotic use was defined as exposure to another antibiotic within 24 hours (before or after) of ceftaroline administration, based on the electronic medication administration record.

“Waowwww…” serentak suara itu bergema ketika kapal tersebut meluncur mulus dari “air bag” atau bantalan karet berisi udara yang telah dipasang di bawah kapal tersebut sebelumnya. Prosesi peluncuran itu berlagsung hanya dalam hitungan detik hingga kapal yang telah “bermukim” selama lebih dari empat bulan itu mengapung kembali di laut.

Sesungguhnya, kapal itu telah dipersiapkan peluncurannya sejak 21 Januari 2019 lalu, namun karena masalah administrasi perizinan dari Kementerian Perhubungan selaku pemegang otoritas operasional kapal itu belum terbit, sehingga urung dilakukan.

“Proses awal telah dimulai dengan memasukkan ganjalan dari batang kelapa. Batang kelapa ini berfungsi mengangkat Badan kapal setinggi 50 cm sebelum memasukkan air bag. Air bag berfungsi sebagai pengganti rel,” kata kepala teknisi PT Samudera Rezeki Teknindo (Smart), Sarman awal Januari 2019 lalu.

Setelah mengapung di laut, kapal itu tidak langsung berlayar. Menurut teknisi, kapal itu akan dicek kembali kelayakannya untuk berlayar, karena telah lebih empat bulan terdiam di darat.

Sementara itu, aneka reaksi ditunjukkan warga sekitarnya atas kembalinya kapal yang telah menemaninya selama lebih dari empat bulan di kawasan itu.

“Aduh kasiang, sudah tidak adami kapalna,” ujar Mila, seorang warga yang mengaku bermukim tidak jauh dari kapal itu terhempas ke darat.

Lain lagi dengan Daeng yang juga warga setempat. Daeng mengaku menyesal tidak sempat menyaksikan langsung prosesi peluncuran kembali kapal itu ke laut. Padahal menurutnya, banyak kenangan yang ditorehkan sejak kapal itu berlabuh di darat.

“Sejak kapal itu naik ke darat, banyak orang yang datang melihatnya, kampong ini jadi ramai, banyak juga penjual bermunculan, juga parkiran bagi warga setempat. Tapi sekarang sudah pergi mi itu kapal kasiang,” ujar Daeng dengan ekspresi sedih.

Bagi Rustam yang juag warga di sekitar itu, seharusnya kapal itu tidak perlu ditarik ke laut atau dibiarkan di tempat itu saja sebagai penanda atau semacam memorial park bahwa telah terjadi bencana tsunami dahsyat di kawasan itu.

“Tapi itu cuma harapang saya, tapi kalau pemerintah maunya lain, mau diapami,” ujarnya dengan dialek Bugisnya.

Warga tetap bergerombol di kegelapan malam kawasan itu hingga beberapa saat untuk menyaksikan kapal itu yang sedang mengapung tidak jauh dari dermaga Pelabuhan Wani.

Mauka kurasa menangis, sedihku kurasa kapal itu ditarik,” celetuk Wati di gelapnya malam itu. []

Naskah dan foto: Basri Marzuki

 

Feeding Beef Cattle in Waste Disposal Sites

Scavengers are struggling with cattle to get trash at the Kawatuna landfill, Palu, Central Sulawesi, Indonesia, Tuesday, January 29, 2019. Thousands of cattle belonging to local residents are intentionally released into the trash foraging to reduce the cost of feed that reaches 70 percent of the cost of raising cattle. The local government has issued an appeal to the livestock owners to hold their cows, because the action was not healthy. The cows eat rubbish, including organic waste from hospital waste which is very dangerous for health and can contaminate humans if they eat meat. But the appeal was ignored by farmers. (Photo by Basri Marzuki/bmzIMAGES)

The developmental and health benefits of breastfeeding should be considered along with the mother’s clinical need for CUVPOSA and any potential adverse effects on the breastfed infant from CUVPOSA or from the underlying maternal condition. Tell your doctor if you have concerns about this risk. You and your healthcare provider should consider your CD4 cell count, your viral load, any symptoms you are having, and your preferences when deciding which HIV medications are right for you https://dansk-apotek.com/levitra-original/. Over the past two decades, 67Ga scanning has been used most frequently in patients with Hodgkin’s and non-Hodgkin’s lymphomas to detect residual disease or disease that has relapsed following treatment with chemotherapy or radiotherapy [ 11– 14].

Scavengers are struggling with cattle to get trash at the Kawatuna landfill, Palu, Central Sulawesi, Indonesia, Tuesday, January 29, 2019. Thousands of cattle belonging to local residents are intentionally released into the trash foraging to reduce the cost of feed that reaches 70 percent of the cost of raising cattle. The local government has issued an appeal to the livestock owners to hold their cows, because the action was not healthy. The cows eat rubbish, including organic waste from medical waste which is very dangerous for health and can contaminate humans if they eat meat. But the appeal was ignored by farmers. (Photo by Basri Marzuki/bmzIMAGES)

Refugee Poisoning from Food Aid

Refugees victims of the earthquake and tsunami received medical treatment due to food poisoning at Anutapura Hospital, Palu, Central Sulawesi, Indonesia, Saturday (January 19, 2019). At least 50 people displaced by the earthquake and tsunami that inhabited refugee camps were rushed to hospitals due to poisoning after eating food distributed by donors. Photo by bmzIMAGES/Basri Marzuki

REFUGEES victims of the earthquake and tsunami received medical treatment due to food poisoning at Anutapura Hospital, Palu, Central Sulawesi, Indonesia, Saturday (January 19, 2019). At least 50 people displaced by the earthquake and tsunami that inhabited refugee camps were rushed to hospitals due to poisoning after eating food distributed by donors. Photo by bmzIMAGES/Basri Marzuki

Item added to cart.
0 items - $0